Konsep dan Pengertian Perubahan Sosial
Pengertian konsep perubahan sosial seperti dikemukakan oleh beberapa
ahli, di antaranya William F. Ogburn, Selo Soemardjan, dan lain-lain.
Dari berbagai pengertian tentang konsep perubahan sosial yang
disebutkan oleh para ahli, selanjutnya diuraikan makna yang terkandung
dalam hakikat perubahan sosial.
Perubahan sosial merupakan fenomena kehidupan yang dialami oleh
setiap masyarakat di manapun dan kapan pun. Setiap masyarakat manusia
selama hidupnya pasti mengalami perubahan-perubahan dalam berbagai
aspek kehidupannya, yang terjadi di tengah-tengah pergaulan (interaksi)
antara sesama individu warga masyarakat, demikian pula antara masyarakat
dengan lingkungan hidupnya.
Sebagai contoh, perhatikan perkembangan kehidupan masyarakat tani di
sekitar kita. Dari segi mata pencaharian, dahulu masyarakat kita sangat
didominasi oleh kegiatan pertanian,dan pada umumnya bertempat tinggal di
daerah pedesaan. Para petani mengolah lahan pertaniannya berupa sawah
atau kebun dengan alat-alat yang masih sederhana seperti cangkul, atau bajak
yang ditarik oleh hewan untuk mengolah dan menggemburkan tanah mereka,
sehingga waktu yang diperlukan untuk kegiatan pertaniannya lebih lama.
Alat-alat pertanian modern seperti mesin traktor, alat penyemprot hama dan
sebagainya belum dikenal, demikian pula dengan bibit unggul dan pupuk.
Karena alat-alat maupun prosesnya masih sederhana maka tentu saja hasil
produksi yang diperoleh sangat terbatas. Biasanya hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok hidup keluarga pada petani itu sendiri, seperti
untuk makan minum sehari-hari, keperluan acara-acara selamatan keluarga, maupun untuk perbaikan rumah tempat tinggalnya. Inilah yang disebut
dengan sistem ekonomi subsistem, artinya kegiatan ekonomi tradisional yang
dilakukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga sehari hari.
Ada masyarakat yang relatif amat lambat mengalami perubahan sosial,
misalnya sampai berpuluh-puluh tahun baru terjadi perubahan, sehingga
sepintas lalu dari luar tidak terlihat jelas adanya perubahan sosial. Namun ada
pula masyarakat yang relatif cepat atau amat cepat mengalami perubahan
sosial, sehingga dirasakan masyarakat yang sangat dinamis. Lambat atau
cepat perubahan sosial itu terjadi pada suatu masyarakat tertentu, akan
tergantung sejauh mana unsur-unsur yang ada dalam lingkungan masyarakat
terbuka terhadap perubahan. Unsur-unsur yang dimaksud di sini terutama
menyangkut cara berpikir, cara bersikap, dan cara bertindak (kebudayaan)
dari warga masyarakat itu sendiri.
Hal tersebut secara umum dipengaruhi oleh persentuhan dengan
masyarakat lainnya yang memungkinkan terjadinya pertemuan antar
kebudayaan (akulturasi), di mana terjadi pula perkembangan dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dan faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya perubahan sosial tersebut.
Konsep
perubahan sosial sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari perubahan
kebudayaan. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang diikat oleh suatu
kebudayaan, sedangkan kebudayaan adalah kesatuan dari cara merasa,
berpikir, dan bertindak (pola cita, pola rasa, dan pola karsa) dari warga
masyarakat yang bersangkutan. Pola cita, pola rasa dan pola karsa dari warga
masyarakat yang dikenal dengan konsep kebudayaan tersebut, sifatnya
berkembang sejalan dengan perkembangan faktor-faktor di sekelilingnya.
Dengan demikian terjadilah perubahan kebudayaan secara terus menerus.
Perubahan dalam kebudayaan ini wujudnya adalah perubahan dalam berbagai
aspek-aspek kehidupan masyarakat yang dapat diamati seperti disebutkan
tadi, yaitu dalam aspek kehidupan material, norma, dan kaidah-kaidah
bermasyarakat, serta sistem nilai. Inilah yang tercakup dalam konsep
perubahan sosial.
Beberapa pengertian yang dikemukakan
oleh para ahli tentang Perubahan Sosial :
1. William F. Ogburn
Meskipun William F. Ogburn tidak memberikan formulasi definisi
tentang perubahan sosial, namun Ogburn memberikan gambaran konseptual
yang cukup jelas mengenai apa yang di maksud dengan perubahan sosial. Ogburn mengemukakan bahwa ruang lingkup perubahan-perubahan sosial
mencakup unsur-unsur kebudayaan, baik yang bersifat material maupun
immaterial, dengan menekankan pada adanya pengaruh yang lebih besar pada
unsur kebudayaan material dari pada unsur yang immaterial.
2. Kingsley Davis
Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang
terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya, mencakup
organisasi-organisasi buruh dalam masyarakat kapitalis modern,
menyebabkan perubahan dalam hubungan antara buruh dan majikan. yang
selanjutnya menyebabkan perubahan-perubahan dalam organisasi ekonomi
dan politik.
3. Gillin dan Gillin
Mengatakan bahwa perubahan sosial adalah suatu variasi dari cita-cita
hidup, yang disebabkan oleh faktor perubahan-perubahan kondisi geografis,
kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya
difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut.
Pendekatan Teori-teori Klasik terhadap
Perubahan Sosial
Dalam kelompok teori-teori perubahan sosial klasik telah dibahas
empat pandangan dari tokoh-tokoh terkenal yakni August Comte, Karl
Marx, Emile Durkheim, dan Max Weber.
August Comte menyatakan bahwa perubahan sosial berlangsung
secara evolusi melalui suatu tahapan-tahapan perubahan dalam alam
pemikiran manusia, yang oleh Comte disebut dengan Evolusi Intelektual.
Tahapan-tahapan pemikiran tersebut mencakup tiga tahap, dimulai dari
tahap Theologis Primitif; tahap Metafisik transisional, dan terakhir tahap
positif rasional. setiap perubahan tahap pemikiran manusia tersebut
mempengaruhi unsur kehidupan masyarakat lainnya, dan secara
keseluruhan juga mendorong perubahan sosial.
Karl Marx pada dasarnya melihat perubahan sosial sebagai akibat
dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam tata perekonomian
masyarakat, terutama sebagai akibat dari pertentangan yang terus terjadi
antara kelompok pemilik modal atau alat-alat produksi dengan kelompok
pekerja.
Di lain pihak Emile Durkheim melihat perubahan sosial terjadi
sebagai hasil dari faktor-faktor ekologis dan demografis, yang mengubah
kehidupan masyarakat dari kondisi tradisional yang diikat solidaritas
mekanistik, ke dalam kondisi masyarakat modern yang diikat oleh
solidaritas organistik.
Sementara itu, Max Weber pada dasarnya melihat perubahan sosial
yang terjadi dalam masyarakat adalah akibat dari pergeseran nilai yang
dijadikan orientasi kehidupan masyarakat. Dalam hal ini dicontohkan
masyarakat Eropa yang sekian lama terbelenggu oleh nilai Katolikisme
Ortodox, kemudian berkembang pesat kehidupan sosial ekonominya atas dorongan dari nilai Protestanisme yang dirasakan lebih rasional dan
lebih sesuai dengan tuntutan kehidupan modern.
Pendekatan Teori-teori Modern terhadap
Perubahan Sosial
Pendekatan ekuilibrium menyatakan bahwa terjadinya perubahan
sosial dalam suatu masyarakat adalah karena terganggunya
keseimbangan di antara unsur-unsur dalam sistem sosial di kalangan
masyarakat yang bersangkutan, baik karena adanya dorongan dari faktor
lingkungan (ekstern) sehingga memerlukan penyesuaian (adaptasi)
dalam sistem sosial, seperti yang dijelaskan oleh Talcott Parsons,
maupun karena terjadinya ketidakseimbangan internal seperti yang
dijelaskan dengan Teori kesenjangan Budaya (cultural lag) oleh William
Ogburn.
Pendekatan modernisasi yang dipelopori oleh Wilbert More, Marion
Levy, dan Neil Smelser, pada dasarnya merupakan pengembangan dari
pikiran-pikiran Talcott Parsons, dengan menitikberatkan pandangannya
pada kemajuan teknologi yang mendorong modernisasi dan
industrialisasi dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Hal ini
mendorong terjadinya perubahan-perubahan yang besar dan nyata dalam
berbagai aspek kehidupan masyarakat termasuk perubahan dalam
organisasi atau kelembagaan masyarakat.
Adapun pendekatan konflik yang dipelopori oleh R. Dahrendorf dan
kawan-kawan, pada dasarnya berpendapat bahwa sumber perubahan
sosial adalah adanya konflik yang intensif di antara berbagai kelompok
masyarakat dengan kepentingan berbeda-beda (Interest groups). Mereka
masing-masing memperjuangkan kepentingan dalam suatu wadah
masyarakat yang sama sehingga terjadilah konflik, terutama antara
kelompok yang berkepentingan untuk mempertahankan kondisi yang
sedang berjalan (statusquo), dengan kelompok yang berkepentingan
untuk mengadakan perubahan kondisi masyarakat.